Posted by: Dedi Hidayat 02-07-2020 14:40 WIB 2677 viewer
JAKARTA, INFOBRAND.ID - Pandemik yang terjadi selama lebih dari tiga bulan ini telah menimbulkan perubahan maha dahsyat dunia usaha di Tanah Air. Banyak korporasi dan brand yang harus mendesain ulang rancangan model bisnis dan strategi perusahaan/brand karena perubahan dan ketidakpastian yang terjadi. Penyesuaian terjadi di semua lini. Semua perubahan berlangsung cepat dan bertubi-tubi di era pandemi.
Hal ini disampaikan oleh CEO Dentsu One Janoe Arijanto dalam webinar Indonesia Brand Forum 2020 yang diselenggarakan secara virtual pada Rabu (1/7). Menurut Janoe yang juga Ketua PPPI, omni channel dan data analytics dapat menjadi solusi menghadapi perubahan konsumen yang semakin cepat. Omni Channel memungkinkan perubahan desain branding lebih adaptif dan dinamis karena kekuatan otomatisasinya.
Janoe mengatakan, industri advertising saat ini sedang mengalami penyesuaian dan perubahan kanal yang luar biasa. Kanal yang dulu dianggap dominan, gara-gara covid-19, kini tidak terlalu berarti lagi. Seperti kanal billboard atau kanal ATM yang dianggap sebagai kanal menentukan, kini mulai ditinggalkan karena berkurangnya mobilitas masyarakat di masa pandemik. Fenomena social distancing, menyebabkan nilai exposure terhadap kanal tersebut berkurang drastis.
Mengapa omni channel pilihan tepat untuk solusi branding sekarang? “Omni Channel merupakan sistem pemasaran yang seamless, terintegrasi, dinamis, terotomatisasi dan mengutilisasi data. Ketika kita menggunakan Omni Channel, hampir semua channel bergerak organik merespons pergerakan dengan sendirinya serta merespon dan memberikan konten dinamik yang berbeda-beda, sesuai konteks channel-nya. Berbeda dengan IMC yang tidak menggunakan otomatisasi karena masing-masing jalan sendiri-sendiri,” tegasnya.
Janoe menyarankan, menghadapi era sekarang, pemasar dan pemilik merek harus benar-benar mencari dan melihat data langsung terkait perubahan yang sangat cepat ini. Perpindahan channel yang bukan terjadi dengan sendirinya atau hanya karena pandemik tapi, memang ada perubahan pergesran konsumen ke arah sana juga.
“Jadi, perubahan-perubahan yang terjadi sangat detil dan akurat. Perhitungan-perhitungan konvensional kini agak sulit dilakukan karena semuanya terhitung dan terukur secara tepat,” katanya.
Harus diingat, setiap kanal punya ciri karakter masing-masing. Pemasar dan pemilik merek harus paham terhadap setiap kanal tersebut dan strategi pemasaran juga harus customized. Artinya, bahwa kastemisasi berlaku secara otomotis ketika merespon kanal yang berbeda-beda.
“Meskipun DNA merek melekat erat, bukan berarti tidak perlu menyesuaikan diri. Brand harus tetap agile,” tandas Janoe meyakinkan.
Dalam hal ini dibutuhkan kerelaan dan keberanian pemasar dan pemilik merek menciptakan daya dukung merek secair mungkin; sehingga setiap saat dapat bergerak aktif menemukan solusi-solusi tepat untuk pengembangan mereknya. Termasuk solusi skenario short term untuk menjawab ketidakpastian.
“Untuk itu, egoisme marketer harus dikikis dahulu, karena marketer sekarang tidak mungkin berjalan sendirian. Marketer sekarang harus siap bergandeng tangan dengan teknologi, logistik, hingga riset pasar,” tutupnya.